Dipaparkan Dr. Paul Talalay dari Johns Hopkins University, ekstrak biji kecambah brokoli ini dapat mengurangi kemerahan dan mengobati kerusakan pada kulit hingga lebih dari sepertiganya. “Tetapi, ini bukan tabir surya,” ucap Talalay, seperti dikutip Reuters. Ekstrak ini hanya membantu membentengi sel kulit untuk melawan efek dari radiasi UV.
Bersama timnya, Talalay melakukan pengujian terhadap enam orang dengan beragam dosis pada beberapa bidang kecil kulit. Bagian tersebut kemudian dipaparkan dengan radiasi UV gelombang pendek yang cukup menyebabkan tingkat terbakar yang bervariasi.
Mereka lantas membandingkan kemerahan pada bagian kulit yang diberi perlakuan dan yang tidak. Pada dosis tertinggi, ekstrak ini mengurangi kemerahan dan bengkak secara rata-rata sebesar 37 persen, dan efeknya jangka panjang. Dua hari setelah perawatan dihentikan, efeknya tetap terlihat.
Efek ini bervariasi secara luas di antara para sukarelawan, perlindungan yang diperoleh mulai dari 8 hingga 78 persen tergantung pada perbedaan genetik. “Apa yang telah kami tunjukkan penting karena hal ini juga bekerja pada manusia,” ujar Talalay. Meski demikian, ia menyarankan tetap diperlukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana sebaiknya hal ini diaplikasikan kepada manusia.
“Tak seperti tabir surya yang memberikan penghalang fisik terhadap sinar UV dengan menyerap, menghambat, atau menyebarkan cahaya, ekstrak ini membantu meningkatkan produksi dari enzim pelindung yang mempertahankan kulit terhadap kerusakan yang berkaitan dengan UV,” sebutnya. Terutama pada orang-orang dengan masalah pada sistem imunitas, seperti pada pasien transplantasi. Namun, tetap saja ekstrak ini tidak menggantikan tabir surya.
Selama 15 tahun, Talalay telah meneliti sulforafane, komponen yang ada dalam ekstrak kecambah brokoli. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perkembangan tumor di sejumlah binatang yang diberi bahan penyebab kanker bisa dicegah.
No comments:
Post a Comment